Abstract:
Sapi merupakan salah satu jenis ternak yang dijadikan usaha sambilan bagi para petani di daerah transmigrasi. Di daerah ini, mata pencaharian utama penduduknya adalah petani dengan mengusahakan tanaman-tanaman pertanian, seperti padi, kedelai, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Tingkat kepemilikan sapi bagi penduduk Manokwari adalah 3–5 ekor per kepala keluarga. Pola pemeliharaan pada umumnya semi-intensif dengan mengandangkan dan mengikat sapi-sapi di daerah padang penggembalaan. Kandang dibangun di belakang rumah yang berdekatan dengan rumah-rumah penduduk lain. Pola pemeliharaan yang seperti ini mengakibatkan pencemaran lingkungan oleh limbah kotoran sapi (feses) tidak dapat dihindarkan, terutama untuk kandangkandang sapi dengan daya tampung besar—seperti milik pesantren Darussalam yang berlokasi di kampung SP 3 Aimasi—yang memiliki 40 ekor sapi dengan kandang di sekitar rumah-rumah penduduk. Melimpahnya jumlah feses di daerah transmigrasi harus segera diatasi untuk menanggulangi pencemaran lingkungan dan menyebarnya penyakit-penyakit pada manusia yang diakibatkan oleh lalat maupun parasit. Berdasarkan hasil penyuluhan yang dilakukan oleh Tim FAPET UNIPA bekerja sama dengan Dinas Peternakan Kabupaten Manokwari dan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Papua Barat di daerah transmigrasi Aimasi SP3, pencemaran lingkungan akibat feses sapi sudah menimbulkan masalah sosial. Masyarakat memprotes bau tidak sedap yang disebabkan oleh sapi-sapi peliharaan tetangganya. Apabila masalah sosial ini tidak segera diatasi, dikhawatirkan akan berdampak pada lambatnya perkembangan populasi sapi di daerah perdesaan.