Abstract:
Tulisan ini bertujuan mengungkapkan fenomena UU Otsus Papua sebagai
sebuah wacana publik kekuasaan yang di dalamnya mengandung sejumlah
kewenangan dan kebijakan yang tersaji serta terstruktur melalui bentuk politik bahasa
dalam pertarungan kekuasaan pada sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). UU Otsus Papua merupakan keputusan politik yang dikeluarkan
sebagai alat kelengkapan politik negara, dan proses perumusan perundang undangannya dianggap sebagai kegiatan yang sarat dengan nuansa politis.
Sebagai media ekspresi suatu nilai yang dianut, bahasa mempunyai peran
politik yang penting, bukan hanya sekedar sebagai wahana komunikasi politik, tetapi
juga sebagai sarana sosialisasi dan integrasi politik.Politik bahasa dalam tulisan ini
akan dieskplorasi melalui paradigma kritis dengan tujuan untuk melakukan konstruksi
refleksif terhadap pengalaman wacana-wacana kritis yang tumbuh dan berkembang
pada birokrasi dalam sistem pemerintahan atau ketatanegaraan. Politik bahasa melalui
paradigma kritis diharapkan dapat mengungkap teks-teks politik yang mengendap
makna alamiah maupun makna non alamiah dalam UU Otsus Papua.
Berangkat dari uraian-uraian di atas, maka tulisan ini akan memfokuskan pada
upaya pengungkapan “Politik Bahasa dalam Pertarungan Kekuasaan: Studi Kasus
Undang-Undang Otonomi Khusus Papua”, melalui bedahan Critical Discours
Analysis (CDA). Tulisan ini dapat memproyeksikan masalah yang mencakup (i)
distorsi bahasa dan kekuasaan, (ii) politik kekuasaan militer dan sipil, dan (iii) politik
bahasa dalam ruang publik