Abstract:
Tebu terubus (Saccharum edule L.) termasuk jenis tanaman tebu-tebuan
(Saccharum) dan merupakan tanaman spesifik lokal Papua. Daniel dan Roach (1987) melaporkan bahwa Papua dan Papua New Guinea merupakan pusat keragaman tanaman Saccharum. Salah satu spesies dari genus Saccharum yang dikenal dan dibudidayakan secara luas adalah Saccharum officinale L., umum disebut gula tebu atau gula meja dan mengandung gula atau sukrosa tinggi. Di Papua, tanaman tebu terubus dikenal dengan nama sayur lilin, karena bunganya berbentuk seperti lilin dan bersifat steril serta dapat dikonsumsi sebagai bahan sayuran, direbus atau dibakar sebagai bahan pangan, sedangkan rasa batangnya tidak manis sebagaimana gula tebu. Selain dikonsumsi oleh masyarakat lokal, tebu terubus digemari oleh masyarakat pendatang dari luar Papua. Bunga tanaman ini diminati pula oleh masyarakat di Australia, New Zaeland dan Amerika Serikat, dan ekspor tebu terubus terbesar ke negara-negara tersebut berasal dari Fiji. Eksplorasi pertama tebu terubus dilakukan oleh Widiastuti (2000) dan Karafir dan Vokames (2003), namun terbatas pada distrik Nimboran dan Kemtuk, Papua, sedangkan beragam jenis tebu terubus lainnya tersebar di seluruh dataran rendah dan tinggi Papua. Keanekaragaman tanaman pangan spesifik lokal ini perlu dipertahankan dan dijaga kelestariannya guna mendukung program pemerintah dalam ketahanan pangan dan kelestarian sumberdaya hayati. Masyarakat diharapkan tidak selalu bergantung pada ketersediaan pangan introduksi tapi terus menggali potensi tanaman pangan spesifik lokal untuk konsumsi sehari-hari. Tujuan jangka panjang penelitian ini adalah untuk menghasilkan tanaman pangan spesifik lokal yang berpotensi ekonomi dan dapat bersaing dengan tanaman pangan lainnya yang telah dikenal luas serta menggali potensi tanaman ini sebagai salah satu sumber tanaman penghasil biofuel. Tujuan jangka panjang lainnya adalah mempromosikan hasil penelitian dalam bentuk paket teknologi, melalui produk-produk olahan yang siap konsumsi. Target khususnya adalah mendapatkan jenis tebu terubus yang unggul secara kualitas dan kuantitas serta menghasilkan produk olahan yang dapat diterima oleh masyarakat luas. Berdasarkan hasil eksplorasi, karakterisasi telah berhasil diidentifikasi dan dikolesi 77 aksesi tebu terubus, 52 aksesi berasal dari Kabupaten Wamena, Jayapuran, Yapen (Provinsi Papua) dan 25 aksesi berasal dari beberapa daerah di Kabupaten Manokwari, Fakfak dan Kaimana (Provinsi Papua Barat). Hasil karakterisasi dan identifikasi menunjukkan keragaman luas dari berbagai aksesi tebu terubus yang terkoleksi. Berdasarkan hasil identifikasi di sepuluh daerah di Papua dan Papua Barat, ternyata keanekaragaman karakter morfologi tebu terubus tidak hanya terdeteksi pada individu- individu antar daerah yang berbeda (antar-populasi), tetapi juga terdeteksi pada individu- individu di dalam satu daerah yang sama (intra-populasi). Beberapa karakter morfologi yang menonjol yang membedakan antar aksesi yaitu jumlah tanaman per rumpun, tinggi tanaman, warna batang, panjang ruas batang, dan warna bunga tebu terubus. Bunga tebu terubus mengandung nutrisi yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai tanaman pangan. Secara ekologi tebu terubus mempunyai daya adaptasi yang luas, mampu tumbuh dengan baik pada dataran rendah maupun tinggi. Beberapa aksesi seperti Yu Nggang berasal dari Distrik Nimboran Kabupaten Jayapura, mengandung protein dan mineral seperti Mg, Fe dan Zn tinggi dibandingkan dengan aksesi lainnya. Pembudidayaan tebu terubus pada umumnya masih bersifat subsisten dan tradisional dengan pola tanam tidak beraturan dan ditumpangsarikan dengan tanaman- tanaman lain. Tebu terubus dimanfaatkan oleh masyarakat di Wamena sebagai bahan makanan, lantai rumah tradisional (honey) dan untuk membuat alat musik tradisional. Masyarakat di wilayah ini menanam tebu terubus hanya untuk konsumsi rumah tangga. Sedangkan di kabupaten lainnya, selain dikonsumsi masyarakat juga menjual tebu terubus untuk tambahan pendapatan keluarga.